ECB Mengakhiri Program Stimulus QE
Euro Central Bank akhirnya memutuskan untuk mengakhiri program stimulus quantitative easing yang telah diluncurkan sejak tahun 2015. Lebih dari $ 2,9 trilliun ECB mencetak uang dalam bentuk pembelian asset serta obligasi, guna melepaskan kawasan Uni Eropa dari deflasi saat itu. Langkah langkah kebijakan moneter ECB ini tentunya sama dengan langkah kebijakan The Fed saat memulihkan perekonomian Amerika Serikat saat krisis ekonomi dan moneter melanda ditahun 2008.
Perbedaan kebijakan moneter yang diambil oleh The Fed sesaat setelah penghentian QE dan menaikan suku bunga pertamanya ditahun 2016, adalah tingkat laju inflasi dan pertumbuhan ekonomi Amerika yang solid, sedangkan kebijakan moneter ECB yang diambil oleh Mario Draghi tadi malam , syarat dengan tekanan pertumbuhan ekonomi rendah dan ancaman inflasi yang masih ada, karena factor geopolitik. Walaupun demikian ECB dinilai cukup berani untuk menghentikan QE dalam keadaan geopolitik di Italia, Perancis dan Inggris yang sedang tidak menentu.
Kebijakan moneter yang seharusnya bernada hawkish, karena masuknya fase normalisasi di kawasan Uni Eropa ini, ternyata di selimuti oleh nada dovish saat Mario Draghi melakukan konferensi press, dimana penurunan proyeksi atas pertumbuhan ekonomi serta tingkat inflasi di tahun 2019, merupakan ancaman bagi normalisasi di kebijakan moneter ECB dimasa yang akan datang. Mario Draghi menyatakan bahwa QE akan berakhir pada akhir desember 2018 dan akan tetap melakukan re-investasi dari hasil obligasi yang ada, sampai pertumbuhan ekonomi ni Eropa membaik dan akan memulai menaikan suku bunga pada musim panas 2019.
Dengan melihat fenomena yang ada maka mata uang Euro ini dapat menguat secara signifikan, sampai ke level 1.1410 an, disaat terjadinya kenaikan laju inflasi atau pelemahan US Dollar kedepannya, dengan koreksi terjauh ada pada level 1.1310 an.