Inflasi Tingkat Konsumen AS (CPI) Mendekati 2%, FOMC Juli Jadi Kenaikan Suku Bunga Terakhir?
CPI, atau Consumer Price Index, merupakan data yang menggambarkan kenaikan harga barang dan jasa rata-rata (inflasi) yang dirasakan oleh konsumen. Persentase CPI yang tinggi menunjukan bahwa harga-harga ditingkat konsumen mengalami kenaikan yang tinggi sehingga pemerintah Amerika Serikat mengupayakan agar CPI berada di angka 2% dibandingkan dengan bulan yang sama pada tahun sebelumnya (YoY).
Data CPI dalam satu bulan umumnya akan dirilis setiap awal bulan berikutnya oleh Biro Statistik Ketenagakerjaan AS, dengan Consumer Price Index AS bulan Juni 2023 akan dirilis pada hari Rabu 13 Juli, pukul 19:30 WIB. Konsensus para ekonom memproyeksikan CPI AS akan turun menjadi 3,1% (YoY) dibandingkan dengan bulan Mei yang tercatat di angka 4%. Kemudian untuk CPI Inti, yang mengecualikan harga makanan dan bahan bakar yang bersifat lebih volatil, juga diproyeksikan turun ke angka 5%.
Hasil ini tentu melanjutkan tren pemulihan data inflasi AS yang konsisten turun sejak bulan Juli 2022 setelah bulan sebelumnya menyentuh angka 9,1%, yang merupakan inflasi AS terparah dalam 42 tahun terakhir. Turunnya inflasi ini tentu tidak lepas dari kebijakan bank sentral AS, atau Federal Reserve (The Fed), dalam menaikan suku bunga yang telah dilakukan sepuluh kali sejak Maret 2022.
Di tengah penurunan Consumer Price Index AS yang semakin membaik, Presiden Federal Reserve dari St. Louis, James B. Bullard, dan beberapa anggota penentu kebijakan dari Federal Open Market Committee (FOMC) masih berambisi agar inflasi mencapai target 2%. Dengan proyeksi CPI Juni 2022 yang berada di 3,1%, tentu pelaku pasar masih mengantisipasi langkah The Fed untuk kembali menaikan suku bunga sebagai upaya untuk menekan inflasi agar mencapai target. Hal ini diperkuat oleh Survey of Economic Projection (SEP) terbaru oleh The Fed yang menyatakan bahwa suku bunga AS berpeluang akan berada di level 525-550 bps atau 5,25%—5,5% pada akhir tahun 2023.
Turunnya Consumer Price Index AS tentu merupakan katalis positif untuk perekonomian Amerika Serikat (USD). Namun dikarenakan semakin terkendalinya inflasi maka akan mendorong pandangan bahwa suku bunga tidak perlu dinaikan lagi, sehingga dolar AS (USD) akan melemah. Namun, tentunya The Fed akan sangat berhati-hati dalam melihat perlu tidaknya menaikan suku bunga mengingat terdapat dampak lain dari kenaikan suku bunga, yakni melemahnya Produk Domestik Bruto (PDB) AS dan bertambahnya pengangguran. Hal itu tercermin dari data SEP yang memperkirakan suku bunga AS tahun 2024 akan ditutup turun ke kisaran 4,5%. Sehingga banyak analis memperkirakan FOMC, pada Juli 2023, akan kembali melakukan pengetatan suku bunga yang terakhir kalinya, dan Investor dapat melihat peluang dari berhentinya kenaikan suku bunga AS ini.
Outlook XAUUSD
Kembali melemahnya hasil CPI bulan Juni 2023 sebagai tanda bahwa inflasi dapat semakin dikendalikan membuat probabilitas naiknya suku bunga Amerika Serikat semakin kecil. Tentu hal ini memberikan angin segar untuk pasangan aset yang berlawanan dengan USD seperti EURUSD, AUDUSD serta XAUUSD.
Dari sisi teknikal analisis, XAUUSD berpeluang naik setelah berkonsolidasi selama 3 pekan dengan membentuk Double Bottom pattern, sehingga saat ini berpeluang besar untuk rebound dan naik ke level 1953-1956. Pada timeframe h1 maupun h4 emas juga telah berhasil konsisten membentuk Higher High dan Higher Low sehingga telah terjadi uptrend dalam timeframe menengahnya. Peluang ini dapat dimanfaatkan trader untuk Buy dibawah 1940 dengan target 1953-1956 dan stop loss sebagai pembatasan risiko di level 1925 jika harga bergerak diluar skenario.