Perang Dagang dan Krisis Turki
Berita tentang krisis keuangan dan moneter di Turki tentunya membuat pelaku pasar semakin berhati hati dalam memilih investasinya. Pertimbangan keamanan suatu negara serta pertumbuhan ekonomi, akan menjadi sangat penting bagi mereka guna melindungi asset yang mereka miliki. Pertumbuhan ekonomi global yang belum pulih karena tekanan perang dagang Amerika – China, rencana kenaikan suku bunga oleh The Fed, sikap proteksionis Amerika dan krisis di Turki, membuat para pelaku pasar akan menghindari bisnis atau investasi beresiko kedepannya.
Dari Beijing dilaporkan bahwa dampak perang dagang mulai terasa dimana retail sales China turun dari 9,0% ditahun lalu turun menjadi 8,8% pada juli tahun ini. Penjualan mobil dan industry robot di China turun drastic dalam satu bulan terakhir, artinya bahwa pemerintah China akan terus berusaha melemahkan mata uangnya kedepan, guna mengimbangi efek resiko dari perang dagang. Saat ini pemerintah China melalui bank sentralnya PBOC, masih menetapkan $1 = 6,8 Yuan dan beberapa analis ekonom memprediksi bahwa kedepannya People Bank of China akan menetapkan $1 = 7 Yuan. Pelemahan mata uang China serta program stimulus longgar akan terus dilakukan oleh pemerintah China kedepannya guna melindungi industry dan ekonomi negara tirai bamboo tersebut.
Penguatan US Dollar memang seperti tidak dapat dibendung, sehingga didalam ketidakpastian ekonomi dan geopolitik yang ada, secara teori bahwa safe haven akan diburu menjadi seperti tidak menarik lagi, karena kekuatan prospek mata uang US Dollar yang terus membaik dibandingkan prospek mata uang lain di dunia. Prediksi bahwa The Fed akan menaikan suku bunga 4x dalam tahun 2018, masih menjadi acuan penguatan US Dollar saat ini, karena kenaikan suku bunga berikutnya, menurut ekonom dunia, adalah pada bulan depan. Tetapi dengan keadaan ekonomi global dan factor geopolitik yang terjadi maka The Fed pasti harus mempunyai banyak alasan untuk tetap menaikan suku bunga ditahun ini.
Dapat dipastikan bahwa dengan pertumbuhan inflasi global yang terus menurun, tentunya banyak negara untuk menunda kenaikan suku bunga, terlebih lagi disaat terjadi krisis di Turki yang sudah saat nya negara tersebut lebih serius membuat kebijakan moneternya dengan membentuk dewan mata uang. Tetapi apakah penguatan US Dollar kan terus berlanjut, kedepannya? Setiap kenaikan suatu mata uang dapat dipastikan akan mencapai titik puncaknya dan akan terkoreksi serta masuk kembali kedalam fase distribusi atau sideways. Momentum terkoreksinya mata uang US Dollar dapat saja terjadi disaat data ekonomi retail sales di rilis nanti malam, karena ini akan memberikan gambaran secara umum efek dari perang dagang terhadap penjualan Amerika dan dapat melihat seberapa besar efek kerusakan yang terjadi disaat penguatan US Dollar terlihat sangat signifikan.
EROPA
Para pelaku pasar mulai khawatir dengan siklus dari bencana keuangan 10 tahunan, dimana perang dagang dan krisis Turki, yang akan menjadi pemicunya. Inflasi di turki sudah mencapai 100%, maka secara teori pemerintah Turki harus menaikan suku bunga negaranya menjadi 100% guna menstabilkan mata uangnya. Dengan adanya krisis Turki maka resiko perbankan di Eropa menjadi sangat besar, walaupun jika dilihat bahwa pertumbuhan ekonomi kawasan eropa secara keseluruhan ada peningkatan. Meledaknya krisis di Turki tentunya akan membuat mata EURUSD dalam tekanan turun.
Target penurunan EURUSD 1.1280 an dengan koreksi maksimal 1.1360 – 1.1390 an
AUSTRALIA
Perang dagang masih berlangsung dan saat ini China telah mulai meraan efeknya. Pemberian kredit dan pelonggaran kualitatif kuantitaif oleh pemerintah China akan terus dilakukan guna memperkecil resiko akibat perang dagang. Penetapan kurs mata uang US Dollar terhadap Yuan akan menjadi indicator para pelaku pasar kedepannya guna melihat efek kerusakan ekonomi yang terjadi disaat perang dagang berlangsung. Ketidakpastian dan ketakutan akan berinvestasi pada asset beriko memang suatu alasan bagi memerahnya pasar ekuitas di asia dan eropa, sehingga tekanan penurunan atas pair AUDUSD akan masih berlangsung, walaupun dapat dilihat ada support kuat pada level 0,7170an.
JAPAN
Inflasi jepang yang masih dibawah 1% tentunya tidak dapat membuat Bank of Japan melakukan taper dalam waktu dekat. Penguatan US Dollar dan efek krisis Turki dapat menjadikan peluang bagi Yen jepang untuk melemah secara signifikan kedepannya. Target kenaikan USDJPY sampai ke level 111.83 dengan target koreksi ke 110.90 an.